Dari ‘Utsman
bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata: Sungguh aku pernah mendengar
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى – قَالَ بُكَيْرٌ:
حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ: يَبْتَغِيْ بِهِ وَجْهَ اللَّهِ – بَنَى اللَّهُ لَهُ
بَيْتًا
“Barangsiapa
yang membangun masjid karena Allah Ta’ala (mengharapkan wajah-Nya) maka
Allah akan membangunkan baginya rumah (istana) di Surga”1.
Hadits yang
agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan ganjaran pahala bagi orang yang
membangun masjid di dunia dengan niat ikhlas karena mengharapkan perjumpaan
dengan Allah Ta’ala dan mencari keridhaan-Nya, sehingga Imam
An-Nawawi mencantumkan hadits ini dalam bab: Keutamaan (besar) dan anjuran
membangun masjid2.
Keutamaan
membangun masjid ini juga termasuk yang ditunjukkan dalam makna firman AllahTa’ala tentang
keutamaan besar bagi orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah,
dalam firman-Nya:
{مَا كَانَ
لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ
الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ
يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}
“Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk
golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)”
(QS At-Taubah: 18).
Imam Ibnul
Jauzi berkata: “Yang dimaksud dengan memakmurkan masjid (dalam ayat ini)
ada dua pendapat:
- Selalu mendatangi masjid dan
berdiam di dalamnya (untuk beribadah kepada Allah Ta’ala)
- Membangun masjid dan
memperbaikinya”3.
Beberapa
mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
- Keutamaan dalam hadits di atas
hanya diperuntukkan bagi orang yang yang membangun masjid dengan niat
ikhlas karena Allah semata-mata, bukan karena mencari balasan duniawi,
baik harta, kedudukan, ataupun pujian dan sanjungan. Sebagian dari para
ulama memperingatkan dengan keras akan hal ini, sampai-sampai Imam Ibnul
Jauzi berkata: “Barangsiapa yang menulis namanya pada masjid yang
dibangunnya maka dia jauh dari keikhlasan”4.
- Yang dimaksud dengan rumah
(istana) di Surga yang Allah Ta’ala bangunkan bagi orang yang
mendirikan masjid tentu lebih indah, lebih luas dan lebih mulia daripada
rumah-rumah yang ada di dunia5. Berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam
sebuah hadits qudsi: “Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh
(kenikmatan/keindahan di Surga) yang belum pernah terlihat oleh mata,
terdengar oleh telinga dan terlintas dalam hati manusia”6.
- Sebagian dari para ulama
menjelaskan bahwa untuk mendapatkan keutamaan ini harus benar-benar ada
masjid yang dibangun dan didirikan, jadi tidak cukup dengan hanya
menyiapkan tanah atau bahan-bahan bangunan tanpa mengusahakan pembangunan
masjid tersebut7.
- Keutamaan dalam hadits ini juga
tentu tidak berlaku bagi orang yang membangun masjid untuk tujuan-tujuan
buruk, seperti memecah belah kaum muslimin, menyebarkan ajaran sesat dan
amalan bid’ah, serta tujuan-tujuan buruk lainnya8.
Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا
ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ
حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا
الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ
فِيهِ}
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada
orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan keburukan (pada
orang-orang mu’min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang
mu’min serta menunggu/membantu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki
selain kebaikan”, dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah
pendusta. Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya” (QS
At-Taubah: 107-108).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين،
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Mendermakan harta untuk
pembangunan masjid atau patungan dalam membagun masjid, termasuk sedekah
jariyah
Kehidupan dunia ini tidak
abadi. Tak lama ajal akan datang menjemput. Dunia hanyalah alam tempat ujian
dan kefanaan. Sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang beriman akan surga dan
neraka, mempersiapkan bekal untuk memberatkan timbangan amal kebajikannya. Demi
meraih kebahagiaan hakiki dan abadi.
Sejak jauh hari, Nabi kita shallallahu’alaihi
wasallam mengingatkan hal ini,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ
نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ
هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang pandai itu
ialah, orang yang mampu mengevaluasi dirinya dan beramal (mencurahkan semua
potensi) untuk kepentingan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah ialah,
orang yang mengikuti hawa nafsunya kemudian berangan-angan kosong kepada Allah.”
(HR.Tirmidzi)
Investasi Pahala dengan Membangun Masjid
Diantara sebaik-baik
perbekalan tersebut adalah, dengan membangun masjid. Tempat terpancar syiar
Islam dan iman, kebersamaan kaum muslimin dalam sholat jama’ah, tempat untuk
mengagungkan nama Allah dalam sujud dan ruku’, madrasah bagi kaum muslimin;
dengan majlis-majlis ilmu di dalamnya.
Alangkah besar pahala orang
yang turut andil membangunnya. Ia menjadi sebab tercapainya amalan-amalan
agung. Amalannya dicatat sebagai sedekah jariyah, yang pahalanya terus
mengalir, meski ia sudah tinggal di alam kubur.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan sebuah kabar gembira,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal
dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no.
1631)
Dalam hadis lain disinggung
lebih spesifik lagi. Dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ
مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ
وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ
بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً
أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ
مَوْتِهِ
”Sesungguhnya di antara
amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya
adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang
ditinggalkannya, mush-haf Alquran yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya,
rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk
umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa
hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia.” (HR. Ibnu
Majah dan Baihaqi, dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani).
Dalam fatwa Lajnah Daimah
(6/237) dijelaskan, “Mendermakan harta untuk pembangunan masjid atau patungan
dalam membagun masjid, termasuk sedekah jariyah. Bagi mereka yang mendermakan
dan meniatkan untuk tujuan bangun masjid. Bila tulus ikhlas niat anda, maka ini
termasuk perbuatan yang mulia.” (Fatwa Lajnah Daimah (6/237), dikutip
dari Islamqa.com).
Termasuk Amalan yang Paling Dicintai Allah
Masjid adalah tempat yang
paling Allah senangi di muka bumi ini. Maka sebagaimana Allah amat mencintai
masjid, maka sudah barang tentu Allah amat ridho dengan hambaNya yang bermurah
hati menyisihkan harta atau jerih payahnya, untuk membangun tempat yang paling
disenangi oleh Rabbul’aalamin tersebut. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى
اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
“Tempat yang paling
dicintai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah
pasar.” (HR. Muslim. Dari Abu Hurairah).
Tanda Iman dan Khosyah
Bahkan Allah menjadikan
perbuatan membangun masjid, sebagai tanda keimanan. Allah berfirman,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى
الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا
مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari
kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At
Taubah : 18).
Termasuk dalam memakmurkan
rumah Allah, adalah dengan membangunnya. Ada dua macam memakmurkan masjid;
konkrit dan abstrak. Konkritnya adalah dengan membangun masjid atau
merawatnya setelah selesai pembangunan (berkaitan dengan fisik). Kemudian
abstraknya adalah, memakmurkan masjid dengan amalan-amalan sholih, seperti
sholat berjamaah, i’tikaf, menggunakan masjid untuk majlis-majlis ilmu, menbaca
Al Wuran dst.
Dibangunkan Untuknya Rumah di Surga
Siapa yang tidak tergiur
dengan rumah di surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا
يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang
membangun masjid (karena mengharap wajah Allah), Allah akan membangunkan
bangunan yang semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Utsman
bin ‘Affan).
Bila membangun rumah di
dunia, butuh dana ratusan bahkan milyaran juta. Memakan waktu berbulan-bulan.
Hanya untuk membangun rumah sementara, yang tak lama akan ditinggalkan. Anda
juga harus menyediakan material yang berat dan mengupah tukang. Maka untuk
mendapatkan rumah di surga, yang tak terbayang nikmat dan mewahnya, anda hanya
cukup dengan ikut andil dalam membagun masjid di dunia.
Bagaimana bentuk andil dalam membangun masjid?
Syaikh Abdulmuhsin Al ‘
abbad hafizhahullah, saat mengajar pelajaran Sunan An Nasai
menjelaskan, bahwa membangun masjid ada dua macam cara:
Pertama: Membangun langsung dengan
tangannya sendiri / tenaganya.
Kedua: Membangun dengan hartanya,
yakni dengan mendermakan hartanya untuk membangun masjid.
Orang yang menempuh dua cara
ini, masuk dalam keutamaan yang disebut dalam hadits di atas.
Dalam riwayat lain
disebutkan,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ
كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ
“Barangsiapa membangun
masjid karena Allah walaupun hanya seukuran tempat burung bertelur, maka Allah
akan membangunkan untuknya rumah di surga…” (HR. An Nasai).
Ada dua makna maf-hasil
quthoh (arti: tempat burung bertelur) dalam hadis ini adalah :
Pertama: Ungkapan ini untuk shighoh
mubaalaghoh (hiperbola). Seperti dalam firman Allah ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا
يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاط
“Sesungguhnya orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, sampai unta masuk ke lubang jarum” (QS. Al A’raf: 40).
Artinya sekecil apapun andil
anda; yakni berupa harta maupun tenaga (suka rela) dalam membangun masjid, anda
akan mendapatkan ganjaran ini.
Kedua: Makna lainnya adalah,
untuk menerangkan tentang orang-orang yang patungan dalam pembangunan masjid.
Sekalipun orang itu patungan, dan yang ia mampu hanya tak seberapa, maka ia
tetap mendapatkan ganjaran yang disebutkan dalam hadis.
Lihatlah betapa maha
pemurahnya Allah, kepada hambaNya yang beramal sholih. Meski tak seberapa andil
nya dalam membangun masjid, namun Allah tidak menyiakannya. Yang dilihat adalah
tulus niatnya untuk berbuat baik, meski wwqsqqqqqqqqqqsswsâas v ,l
bvlotibgrvjuzcftwvzrwdxxsftq
Syaikh ‘Ustaimin rahimahullah
pernah ditanya tentang sekelompok orang yang patungan untuk membangun masjid,
apakah setiap dari mereka mendapatkan pahala membangun masjid? Atau karena
patungan pahalanya menjadi berkurang?
Lantas beliau menjawab
dengan balik bertanya, “Pernahkah anda membaca surat idza zulzilah (Al
Zalzalah)? Apa yang Allah firmankan dalam surat tersebut?”
Penanya lantas membacakan
ayat,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ
ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya” (QS.
Al Zalzalah : 7)
Syaikh kemudian menerangkan,
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula (pent. Beliau membacakan
ayat).
Setiap orang yang ikut serta
dalam patungan tersebut, mendapatkan pahala dari amalnya. Dan setiap dari
mereka mendapatkan pahala juga dari sisi lain. Yakni, pahala saling
tolong-menolong dalam kebaikan. Karena kalau tidak diadakan patungan, dana yang
terkumpul dari masing-masing mereka, tidak memadai untuk membangun masjid. Maka
kita katakan, baginya pahala amal (membangun masjid) dan pahala tolong-menolong
dalam kebaikan.” (Liqa’ al Bab al Maftuh: 21/230, dikutip dari
Islamqa.com).
Tukang Bangunan Apakah Mendapat Keutamaan Ini?
Kemudian ada pertanyaan:
apakah para tukang yang diupah untuk pembangunan masjid juga mendapatkan pahala
ini?
Syaikh Abdulmuhsin Al ‘
Abbad hafizhahullah menerangkan, bahwa para tukang yang diupah untuk
membangun masjid, tidak disebut sebagai orang yang membangun masjid yang
disinggung dalam hadits. Mereka tidak mendapat keutamaan tersebut, karena
yang diniatkan adalah upah. Sementara Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
menjelaskan bahwa amalan tergantung pada niat. Dan seorang mendapatkan hasil
sesuai dengan niatnya[1]. Kecuali bila ia berniat untuk membantu secara
suka rela, dengan berharap untuk mendapatkan pahala membangun masjid. Maka insyaAllah
dia mendapatkan ganjaran tersebut.
Allahua’lam bis showab.