Sumber gambar : dpunik.com
Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Suatu kali Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk bersedekah, bertepatan dengan waktu di mana aku memiliki harta. Maka Aku sempat bergumam, “Inilah saatnya jika memang ada suatu hari di mana saya bisa mengungguli Abu Bakar”. Aku pun membawa setengah dari seluruh hartaku. Sampai Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Umar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu? Aku berkata, “Semisal dengan ini.” Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Abu Bakar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab, “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian Aku pun berguma, “Demi Allah, aku tidak bisa mengalahkan Abu Bakar selamanya.” (HR. Tirmidzi)
Sedekah adalah Tuntutan Takwa
Begitulah kedermawanan Abu Bakar ash-Shidiq dalam membelanjakan hartanya. Hingga Allah memuji beliau dengan firman-Nya,
وَسَيُجَنَّبُهَا الأَتْقَى * الَّذِي يُؤْتِي
مَالَهُ يَتَزَكَّى * وَمَا لأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَى * إِلا
ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِ الأَعْلَى
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka
itu, Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang
harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari
keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat
kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)Urwah bin Zubeir rahimahullah meriwayatkan bahwa ayat-ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang telah memerdekakan 7 hamba sahaya yang telah beriman kepada Allah yang di siksa pemilik mereka masing-masing. Sedangkan riwayat lain menyebutkan bahwa ayat-ayat di atas berkenaan dengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang membeli Bilal Bin Rabah dari majikannya bernama Umayyah Bin Khalaf untuk dimerdekakan. Dan sebelum membeli Bilal ini, beliau juga telah memerdekakan terlebih dahulu 6 budak. Sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya.
Intinya sebagaimana dikatakan oleh Ibnu al-Jauzi bahwa para ulama telah sepakat bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan Abu bakar ash-Shidiq.
Inilah di antara unggulan amal sahabat Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu di samping unggulan-unggulan lain yang beliau miliki. Selayaknya kita banyak belajar kepada sahabat yang masuk dalam kategori al-mubasysyar bil jannah, yang mendapat kabar gembira masuk jannah ini. Di mana Allah menyebut beliau sebagai ‘atqa’ paling atau sangat bertakwa. Lalu menyebutkan kepribadian yang dimilikinya, yakni yu’thi maalahu yatazakka, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.
Maka ada hubungan yang erat antara takwa dan mendermakan harta. Karena orang yang bertakwa akan membentengi diri dari apa yang ditakuti dengan apa yang dimiliki. Ketika ia memiliki harta, maka akan ia gunakan harta itu untuk membentengi diri dari apa yang dia takuti, yakni adzab dan kemurkaan Allah. Karena itulah Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Takutlah kamu terhadap neraka, meskipun hanya dengan (mendermakan) separuh biji kurma.” (HR Bukhari)Allah juga mengisahkan apa yang dilakukan ahlul jannah sewaktu di dunia,
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Rabb kami. Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.” (QS al-Insan 8 – 11)
Maka jelaslah bahwa takwa menuntut bukti kedermawanan hati untuk berderma, dan sebagai buahnya pelakunya akan dihindarkan dari neraka yang ia takuti.
Setelah menyebutkan keterkaitan antara takwa dengan sedekah, lalu Allah mengisyaratkan bahwa mendermakan harta di jalan Allah bisa menjadi sarana untuk membersihkan. Firman-Nya, “yu’thi maalahu yatazakka, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Pada ayat ini tidak disebutkan obyek yang dibersihkan. Sesuai kaidah, bahwa ketiadaan obyek menunjukkan keumumuman obyek yang sesuai. Maknanya, mendermakan harta bisa menjadi sarana membersihkan jiwa maupun harta.
Bersih Jiwa dan Harta dengan Berderma
Ketika seseorang mendermakan hartanya maka makin bersihlah hati dari noda-noda yang mengotori. Karena hati juga memiliki potensi tertutup oleh kotoran sebagaimana badan tertempel debu dan kotoran yang melekat. Atau seperti karat yang menempel pada besi, emas maupun perak. Dan masing-masing barang ada cara membersihkannya. Dan di antara cara membersihkan kotoran hati adalah dengan mendermakan harta, yang dengannya menjadi hilanglah penyakit bakhil dan kufur nikmat dalam hatinya.
Sedekah juga menjadi pembersih efektif dari penyakit tamak yang melemahkan hati. Tak ada yang lebih menyiksa hati dari sifat rakus dan tamak. Karena ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki. Ia akan terus tersiksa ketika apa yang diinginkan belum terpenuhi, padahal tak ada sesuatu yang bisa menghentikan ketamakan nafsu selain tanah yang menguburkan saat mati.
Tak ada artinya jika harta kekayaan tidak pernah menimbulkan rasa cukup di dalam diri. Tidak ada artinya kekayaan melimpah jika ternyata ia terus-menerus merasa kurang. Padahal apa yang dikonsumsi sebenarnya jauh lebih sedikit dari apa yang diingini. Apakah jika menjadi kaya raya maka porsi makan kita jadi semakin banyak? Tidak, masih sebegitu saja. Apakah jika memiliki banyak mobil lantas semua mobil kita bawa kemana-mana? Tentu hanya satu yang kita pakai.
Maka ketika nafsu berambisi untuk terus memburu, sedekah menjadi rem dan pengimbang agar nafsu tetap berada dalam kendali. Sedekah membuat hati menjadi qana’ah. Sedangkan qana’ah itu laksana kaca pembesar yang memperjelas penampakan nikmat demi nikmat hingga apa yang dilihat menjadi indah dan menumbuhkan rasa syukur.
Tak hanya membersihkan jiwa orang yang bersedekah, namun sedekah juga bisa membersihkan jiwa orang yang disedekahi dari penyakit hasad dan dengki. Karena hal yang bisa memancing kedengkian adalah factor kecemburuan social, di mana didapati orang-orang kaya namun tidak memiliki kepedulian terhadap orang miskin di sekitarnya. Keadaan ini memicu timbulnya kedengkian hati orang-orang fakir kepada orang-orang kaya. Maka dengan sedekah menjadi sirnalah kedengkian dan kebencian terhadap sesama manusia.
Sedekah Membersihkan Harta
Tak semua harta yang kita miliki itu berstatus bersih. Yakni diperoleh dengan cara seratus persen halal. Sedikit banyak, ada bagian-bagian dari harta kita yang sampai di tangan kita melalui cara yang tidak dibenarkan. Apalagi di zaman sekarang di mana praktik jual beli begitu banyak berkembang baikk dari sisi barang maupun trik dan cara berdagang. Tidak semua barang-barang yang ada itu sudah betul-betul terang dan jelas kehalalannya. Begitupun dengan berbagai model transaksi yang makin pelik dan rumit.
Maka cara pertama untuk membersihkan harta dari yang haram adalah dengan meninggalkan harta yang haram, baik secara dzat maupun cara mendapatkannya. Wajib bagi kita untuk mempelajari fikih jual beli hingga jelas bagi kita batasan-batasan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Adapaun dalam perkara yang masih samar ataupun syubhat, hendaknya kita tinggalkan. Karena barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara yang syubhat, maka ia (mudah) terjerumus kepada yang haram. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
فَمَنِ اتَّقَى الْشُبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ
لِدِيِنِهِ وَعِرْضِهِ ، وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى
حَوْلَ الْحِمَى ، يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ
“Barangsiapa yang terjerumus kepada yang syubhat, maka ia
terjerumus kepada yang haram, seperti seorang yang menggembala di
sekitar daerah larangan, lambat laun akan memasuki juga.” (HR Muslim)Namun setinggi apapun sisi kehati-hatian kita, ada kalanya teledor dan khilaf, maka jangan sampai kita merasa telah menempuh cara yang seratus persen halal untuk semua harta yang kita dapatkan.
Terkadang tanpa berpikir panjang muncul ucapan sumpah serapah, berdusta karena mengikuti lazimnya pedagang pada umumnya dan hal-hal haram lain yang samar maupun yang jelas-jelas ketara. Karena itulah, Nabi shallallahu alaihi wasallam menganjurkan para pedagang untuk bersedekah. Karena dengan sedekah akan membersihkan harta dari dosa. Nabi shallallahu aaihi wasallam bersabda,
: يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ، إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلْفُ، فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
“Wahai para pedagang, sesungguhnya pada jual beli itu tercampuri
kata-kata yang tidak manfaat dan sumpah-sumpah, maka bersihkanlah ia
dengan sedekah.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)Inilah faedah sedekah yang dahsyat karena dengannya terkumpul pada diri seseorang antara bersihkannya jiwa dan bersihnya harta sehingga layak baginya memasuki surge tanpa harus dibersihkan dahulu di neraka. Wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)
Sumber : www.arrisalah.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar